Pajak?
Apa yang terpintas di benak Anda saat mendengar kata tersebut?, sesuatu hal
yang menyeramkan, akan mengeluarkan uang, tidak menghasilkan apa-apa, uang nya
akan dipakai korupsi atau berbagai hal lainnya, mungkin itulah hal yang akan
dipikirkan kebanyakan orang saat mendengar kata “Pajak”. Sebenarnya Apa itu
pajak? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pajak adalah pungutan
wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan
wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan,
harga beli barang, dan sebagainya. Sementara itu, menurut Undang-Undang
Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) nomor 6 tahun 1983, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari kedua pengertian diatas, bisa
ditarik kesimpulan pajak adalah pungutan wajib oleh pemerintah yang akan
digunakan untuk memakmurkan rakyatnya . Untuk memakmurkan rakyat disini bisa
dengan berbagai cara, seperti mudahnya memperoleh akses kesehatan, berbagai
subsidi dari pemerintah, pembangunan infrastruktur, mempunyai alat pertahanan
negara yang baik dan banyak lagi lainnya yang semua itu butuh biaya, intinya
tetap menjalankan roda pemerintahan dan untuk menjalankan roda pemerintahan negara
ini perlu biaya, dan dengan menarik pajak lah cara yang paling dinilai efektif
untuk memenuhi itu semua. Dahulu sebelum tahun 1983, Negara kita tercinta
Republik Indonesia ini menggunakan minyak bumi sebagai alat untuk membiayai
pemerintahan, tapi cara ini dianggap kurang efektif mengingat minyak bumi jika
dieksploitasi secara terus menerus tentu akan habis dan minyak bumi sendiri
adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Jika dilihat dari ulasan diatas, sepertinya mulia sekali
pajak ini, akan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tapi
tahukah Anda memungut pajak ini sangatlah tidak mudah, sedikit sekali orang
yang mau membayar pajak, ada yang mau membayar pun biasanya mereka tidak jujur
dengan pembayaran mereka. Untuk tahun 2017, Direktorat Jenderal Pajak selaku
salah satu instansi vertikal dibawah kementerian keuangan yang ditugasi
mengumpulkan uang pajak hanya mampu mencapai realisasi pajak sebesar Rp 1.339,8
triliun atau 91% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).
Lantas muncul pertanyaan, Mengapa memungut pajak tidak mudah walaupun
sebenarnya tujuannya mulia?
Ada banyak penyebab mengapa kebanyakan orang enggan
membayar pajak? Salah satunya adalah tidak ditanamkannya secara benar Apa itu
pajak sejak usia sekolah. Kebanyakan orang baru mengerti pajak saat mereka
sudah bekerja atau memiliki penghasilan. Untuk yang sudah bekerja biasanya
dipaksa tahu apa itu pajak karena penghasilan yang mereka terima akan dipotong
pajak atau saat mereka ingin melamar kerja dan salah satu syaratnya adalah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sementara itu untuk yang memiliki usaha
biasanya tahu pajak setelah mereka didatangi petugas pajak atau saat akan
mendirikan Badan Usaha atau yang lebih miris adalah karena mereka ingin
meminjam uang ke bank dan salah satu persyaratannya adalah memiliki NPWP.
Jika melihat dari sebab diatas, wajar saja orang malas
membayar pajak, sebab mereka dipaksa tahu pajak bukan diberi tahu mengenai apa
itu pajak, untuk yang bekerja, mereka dipaksa tahu pajak karena penghasilan yang
mereka dapat harus dipotong pajak, kebanyakan apabila gaji mereka kecil, mereka
akan menggerutu, “gaji kecil kok
dipotong pajak lagi?” yang menghitung jumlah pemotongan pajak mereka pun bagian
keuangan kantor, mereka yang juga tidak memberi tahu darimana angka potongan
tersebut berasal, hanya pegawai-pegawai yang kritis saja yang mau mencari tahu
darimana angka pemotongan pajak itu berasal, tentu saja ini mengindikasikan
mereka dipaksa tahu. Selanjutnya yang memiliki usaha dengan membuat badan usaha
dan baru pertama kali membuat badan usaha, pada tahap mereka membuat Akta
pendirian usaha, mereka biasanya belum tahu mengenai NPWP, karena untuk
mendirikan badan usaha tinggal datang saja ke notaris, sampaikan bahwa ingin
membuat badan usaha dan biasanya dari pihak notaris sudah mengakomodasi
seluruhnya sampai pendirian badan usaha ini sah di mata hukum. Lalu Bagaimana
dengan pengusaha yang didatangi petugas pajak? Dengan didatangi petugas pajak,
kembali si pengusaha mengetahui Apa itu Pajak dan yang perlu digarisbawahi
disini adalah mereka dipaksa tahu pajak. Petugas pajak pun sudah pasti datang
karena usaha mereka terlihat dan menguntungkan, kecil kemungkinan petugas pajak
datang ke mereka yang membuka usaha yang tidak terlihat dan tidak memperoleh
keuntungan yang cukup. Terakhir hal yang sangat menyedihkan mengenai bagaimana
akhirnya orang tahu mengenai pajak, adalah karena mereka ingin meminjam uang di
bank dan salah satu persyaratannya adalah harus memiliki NPWP. Untuk kasus yang
satu ini, biasanya setelah mereka berhasil meminjam uang di Bank, maka kartu
NPWP tersebut pun hanya berhasil mengisi kantong-kantong di dompet mereka dan
berhasil mengisi kantong negara sekali saat mereka berhasil meminjam uang itu
saja, selanjutnya nasib kartu NPWP ini adalah menjadi deretan kartu yang ada di
dompet saja. Belum lagi negara kita tercinta ini sudah terlalu lama dijajah
bangsa lain, dan sangat membekas di benak nenek moyang bagaimana pengenaan
pajak saat jaman penjajahan.
Berangkat dari akibat yang ditimbulkan dari mengerti
pajak karena dipaksa inilah, kiranya perlu ada solusi Bagaimana kiranya budaya
membayar pajak ini bisa berubah dalam pikiran masyarakat kebanyakan. Mereka
perlu tahu pajak sejak masih duduk di bangku sekolah. Tugas pemerintah lah
Bagaimana caranya agar pajak ini bisa dipahami dengan baik sejak dibangku sekolah?, Bagaimana caranya agar kelak pajak tidak lagi menjadi
sosok yang menakutkan akibat trauma masa lalu para nenek moyang di jaman
penjajahan?. Mungkin
Bisa pajak diperkenalkan sejak usia
sekolah dengan menjadikan pelajaran
pokok di sekolah dengan tetap menjaga porsi pemahaman dan tingkat intelejensi
para siswa sesuai kelas dan tingkat sekolah mereka. Bisa saja mengenalkan
pajak dengan semakin maraknya
sosialisasi pajak ke sekolah-sekolah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan dikemas
dengan permainan-permainan menarik bagi mereka semua. Intinya adalah Bagaimana caranya budaya membayar pajak ini ditanamkan di
benak orang sejak orang tersebut masih di usia sekolah?, sebab ada lirik lagu qasidahan ibu-ibu pengajian yang
masih saya ingat sampai sekarang “Belajar di waktu kecil bagai menulis diatas
batu, Belajar di waktu dewasa bagai menulis diatas air”.
0 Response to "mengerti pajak sejak usia sekolah"
Posting Komentar